.: TEGAKAN CAMPURAN | Terdiri Lebih dari Satu Jenis Pohon Dominan :.

Pengertian dan definisi dari Tegakan Campuran adalah suatu
tegakan yang susunannya terdiri lebih dari satu jenis pohon dominan.
Tegakan campuran mempunyai banyak keuntungan secara biologis dan
ekonomis, disamping ada juga kekurangan-kekurangannya.
Keuntungan atau Kelebihan Tegakan Campuran antara lain adalah :
Keuntungan atau Kelebihan Tegakan Campuran antara lain adalah :
- Tempat tumbuh dapat dimanfaatkan lebih baik oleh akar, dan menambah daya tahan tehadap angin apabila jenis berakar dangkal dicampur dengan jenis berakar dalam.
- Daur hara lebih baik, karena proses dekomposisi yang lebih cepat dari campuran berbagai jenis daun.
- Ruang tajuk dapat dimanfaatkan dengan penutupan yang lebih baik, khususnya bila campuran terdiri dari jenis toleran dan intoleran.
- Iklim mikro tegakan sehat dan lebih tahan terhadap jenis gangguan
- tidak semua merupakan jenis yang tinggi nilainya,
- pengelolaannya tidak mudah,
- pemungutan hasilnya memerlukan biaya yang tinggi, dan
- cara permudaannya lebih sulit.
.: TEGAKAN HUTAN | Unit Pengelolaan Hutan :.

Pengertian dan Definisi Tegakan adalah suatu unit-unit pengelolaan hutan yang cukup homogen, sehingga dapat dibedakan dengan jelas dari tegakan yang ada di sekitarnya. Perbedaan itu disebabkan karena umur, komposisi, struktur atau tempat tumbuh. Dalam hal ini kita kenal adanya tegakan pinus, tegakan jati, tegakan kelas umur satu, dua, dan lain sebagainya.
Di dalam suatu wilayah hutan alam, dengan jenis penyusunnya yang beragam dan umur tidak sama tapi masih memberikan kesan umum ( general appearance) yang berbeda dengan wilayah atau areal atau kelompok vegetasi lain, yang berbeda di dekatnya, juga merupakan suatu tegakan hutan. Dalam hal ini, tegakan lebih cendrung diartikan sebagai suatu satuan pepohonan hutan.
.: TEGAKAN MURNI | Pohon-Pohon yang Homogen :.

Pengertian dan Definisi dari Tegakan Murni adalah suatu
tegakan yang disusun oleh 90% atau lebih, pohon dominan dan kodominan
dari jenis yang sama (Pohon-Pohon Homogen). Tegakan hutan murni terbentuk karena satu atau lebih faktor, yang antara lain:
- Kondisi iklim yang begitu berat, misalnya iklim yang sangat dingin, sehingga hanya sedikit jenis saja yang mampu tumbuh dalam areal tersebut. Dalam kondisi seperti itu sangat memungkinkan terbentuknya tegakan murni.
- Kondisi tempat tumbuh yang khusus, misalnya pada daerah rawa-rawa, dengan tingkat keasaman tanah yang tinggi, tanah dengan kandungan magnesium yang tinggi, sehingga hanya jenis-jenis tertentu yang mampu bertahan untuk tumbuh.
- Adanya bencana alam seperti kebakaran, angin topan, epidemi hama, atau penyakit, dan banjir, memungkinkan hanya sedikit jenis yang mampu tumbuh dan berkembang pada kondisi tempat tumbuh seperti itu.
- Jenis agresif yang sangat toleran, sehingga mampu menaungi setiap jenis pesaing.
- Hutan tanaman yang memang sejak semula ditanam dengan berbagai
pertimbangan ditanam secara monokultur, maka tegakan murni sudah tentu
mempunyai kelebihan dan kekurangan baik dilihat dari aspek ekologis
maupun ekonomis.
Keuntungan atau kelebihan dari tegakan murni antara lain adalah:- bahwa keseluruhan kawasan hutan dapat diperuntukan bagi jenis yang paling bernilai sesuai dengan kondisi tempat tumbuh.
- Pengelolaannya relatif sederhana dan murah.
- Biaya pemanenan hasil dan pemasarannya juga lebih murah, dan
- cara mempermudahnya juga lebih sederhana.
- tegakan murni kurang fleksibel dalam memenuhi perubahan permintaan pasar,
- mialiestetis dan rekreasi umumnya kurang menarik,
- kurang mendukung kehidupan satwa liar yang beragam, dan
- peka terhadap berbagai jenis gangguan hama dan penyakit.
.: Tipe Tipe Hutan Tropis :.
A. Tipe Hutan Berdasarkan Faktor Iklim
Di daerah tropis umumnya temperaturnya tinggi dan ketersediaan air merupakan faktor yang sangat penting. Berdasarkan dua faktor tersebut dilahirkan berbagai zonasi atau pengelompokan vegetasi dengan cara-cara yang berbeda.
Klasifikasi berdasarkan kedua hal tersebut dilakukan antara lain oleh :
- de Martone (1926)
- Koeppen (1936)
- Koeppen dan Trewartha (1943) dan
- Lauer (1952)Klasifikasi menurut Koeppen (1936), Koeppen dan Trewartha (1943) merupakan klasifikasi yang paling banyak digunakan. Sistem ini didasarkan pada pengaruh iklim terhadap pertumbuhan vegetasi yang selanjutnya dikelompokkan dalam lima kelompok besar yaitu :
- Iklim Hutan Tropis (A)
- Iklim Tropis Kering (B)
- Iklim Savana
- Iklim Stepa
- Iklim Gurun
Peta Lokasi Daerah TropisIklim Hutan Tropis (A), secara umum dicirikan oleh suhu rata-rata bulanan lebih dari atau sama dengan 180 C, dengan suatu klasifikasi lebih lanjut berdasarkan besarnya curah hujan bulanan dan distribusinya lebih lanjut, sebagai berikut : - Af : tanpa bulan kering, hujan sepanjang tahun dengan curah hujan bulanan lebih dari 60 mm.
- Am : memiliki bulan kering yang pendek, dimana pada bulan kering lapisan tanah bagian dalam tetap lembab dan curah hujan rata-rata tahunan tinggi.
- Aw : hujan pada bulan kering
- As : jarang dijumpai.
Ketinggian tempat merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kondisi iklim, baik dari segi suhu, kelembaban udara maupun curah hujan, yang selanjutnya mempengaruhi vegetasi yang ada. Masing-masing zona ketinggian tempat memiliki karakteristik yang berbeda-beda, baik dari segi floristik, komposisi maupun struktur. Klasifikasi menurut ketinggian tempat secara umum sebagai berikut :
1. Hutan Tropis Dataran Rendah (0 – kurang dari 800 m dpl.)
Famili penyusun hutan ini untuk wilayah Asia Tenggara, yaitu : Dipterocarpaceae, Annonaceae, Bombacaceae, Guttiferae, Sapindaceae, Euphorbiaceae, Dilleniacee, Leguminoceae, Meliaceae, Sterculiaceae.
2. Hutan Tropis Dataran Tinggi/ Pegunungan (800-1.500 m dpl.)
Famili penyusun hutan ini untuk wilayah Asia Tenggara, yaitu : Fagaceae, Lauraceae, Myrtaceae, Araucariaceae, Juglandaceae.
3. Hutan Tropis Pegunungan Tinggi (lebih dari 1.500 m dpl.)
Famili penyusun tipe hutan ini untuk wilayah Asia Tenggara, yaitu : Myrtaceae, Podocarpaceae.
☺ Bagaimana dengan tipe hutan tropis menurut iklim yang terdapat di Indonesia ?
☺ Anda dapat mengetahui hal itu dari penjelasan berikut ini.
Tipe Hutan Tropis Menurut Iklim di Indonesia
1. Hutan Tropis Basah
Hutan tropis basah adalah hutan yang memperoleh curah hujan yang tinggi, sering juga kita kenal dengan istilah hutan pamah. Hutan jenis ini dapat dijumpai di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Bagian Utara dan Papua. Jenis-jenis yang umum ditemukan di hutan ini, yaitu : Meranti (Shorea dan Parashorea), keruing (Dipterocarpus), Kapur (Dryobalanops), kayu besi (Eusideroxylon zwageri), kayu hitam (Diospyros sp).
2. Hutan Muson Basah
Hutan muson basah merupakan hutan yang umumnya dijumpai di Jawa Tengah dan Jawa Timur, periode musim kemarau 4-6 bulan. Curah hujan yang dialami dalam satu tahun 1.250 mm-2.000 mm. Jenis-jenis pohon yang tumbuh di hutan ini antara lain jati, mahoni, sonokeling, pilang dan kelampis.
3. Hutan Muson Kering
Hutan muson kering terdapat di ujung timur Jawa, Bali, Lombok dan Sumbawa. Tipe hutan ini berada pada lokasi yang memiliki musim kemarau berkisar antara 6-8 bulan. Curah hujan dalam setahun kurang dari 1.250 mm. Jenis pohon yang tumbuh pada hutan ini yaitu Jati dan Eukaliptus.
4. Hutan Savana
Hutan savana merupakan hutan yang banyak ditumbuhi kelompok semak belukar diselingi padang rumput dengan jenis tanaman berduri. Periode musim kemarau 4 – 6 bulan dengan curah hujan kurang dari 1.000 mm per tahun. Jenis-jenis yang tumbuh di hutan ini umumnya dari Famili Leguminosae dan Euphorbiaceae. Tipe Hutan ini umum dijumpai di Flores, Sumba dan Timor.
☺TAHUKAH ANDA ?
Istilah Hutan Hujan Tropis pertama kali diperkenalkan oleh A. F. W. Schimper pada tahun 1898 di dalam bukunya Plant Geography, dan istilah ini terus dipergunakan sampai sekarang.
(T.C. Whitmore, 1975)
Istilah Hutan Hujan Tropis pertama kali diperkenalkan oleh A. F. W. Schimper pada tahun 1898 di dalam bukunya Plant Geography, dan istilah ini terus dipergunakan sampai sekarang.
(T.C. Whitmore, 1975)
B. Tipe Hutan Berdasarkan Physiognomi
Pada sistem klasifikasi ini dasar yang dipakai adalah ciri-ciri luar vegetasi yang mudah dikenali dan dibedakan, seperti semak, rumput, pohon dan lain-lain. Ciri lebih lanjut seperti menggugurkan daun, selalu hijau, tinggi dan derajad penutupan tegakan dapat pula diterapkan. Ciri-ciri yang umum digunakan yaitu :
- Tinggi vegetasi, yang berkaitan dengan strata yang nampak oleh mata biasa
- Struktur, berpedoman pada susunan stratum (A, B, C, D dan E), dan penutupan tajuk (Coverage).
- Life-form atau bentuk hidup atau bentuk pertumbuhan, merupakan individu-individu penyusun komunitas tumbuh-tumbuhan.
Contoh :
a. Ciri physiognomi hutan tropis dataran rendah :
Pada sistem klasifikasi ini dasar yang dipakai adalah ciri-ciri luar vegetasi yang mudah dikenali dan dibedakan, seperti semak, rumput, pohon dan lain-lain. Ciri lebih lanjut seperti menggugurkan daun, selalu hijau, tinggi dan derajad penutupan tegakan dapat pula diterapkan. Ciri-ciri yang umum digunakan yaitu :
- Tinggi vegetasi, yang berkaitan dengan strata yang nampak oleh mata biasa
- Struktur, berpedoman pada susunan stratum (A, B, C, D dan E), dan penutupan tajuk (Coverage).
- Life-form atau bentuk hidup atau bentuk pertumbuhan, merupakan individu-individu penyusun komunitas tumbuh-tumbuhan.
Contoh :
a. Ciri physiognomi hutan tropis dataran rendah :
| Kanopi |
:
| 25 – 45 m |
| Tinggi pohon (emergent) |
:
| Khas, 60 – 80 m |
| Daun penumpu |
:
| Sering dijumpai |
| Elemen daun dominan |
:
| Mesophyl |
| Akar papan |
:
| Sering dijumpai dan sangat besar |
| Kauliflori |
:
| Sering dijumpai |
| Liana berkayu |
:
| Sering dijumpai |
| Liana pada batang |
:
| Sering dijumpai |
| Ephyphit |
:
| Sering dijumpai |
b. Ciri physiognomy hutan tropis dataran tinggi/ pegunungan :
| Kanopi |
:
| 15 – 33 m |
| Tinggi pohon (emergent) |
:
| Sering tidak ada |
| Daun penumpu |
:
| Jarang dijumpai |
| Elemen daun dominan |
:
| Mesophyl |
| Akar papan |
:
| Jarang dijumpai dan kecil |
| Kauliflori |
:
| Jarang dijumpai |
| Liana berkayu |
:
| Jarang dijumpai |
| Liana pada batang |
:
| Sering dijumpai |
| Ephyphit |
:
| Sangat sering dijumpai |
c. Ciri physiognomi hutan tropis pegunungan tinggi :
| Kanopi |
:
| 2 - 18 m |
| Tinggi pohon (emergent) |
:
| Pada umumnya tidak ada |
| Daun penumpu |
:
| Sangat jarang dijumpai |
| Elemen daun dominan |
:
| Microphyl |
| Akar papan |
:
| Pada umumnya tidak ada |
| Kauliflori |
:
| Tidak ada |
| Liana berkayu |
:
| Tidak ada |
| Liana pada batang |
:
| Jarang dijumpai |
| Ephyphit |
:
| Sering dijumpai |
Di
Indonesia berdasarkan ciri physiognomi tedapat dua tipe hutan yaitu :
Hutan Hujan Tropis, hutan yang selalu hijau dan hutan musim atau hutan
yang menggugurkan daun. Hutan hujan tropis umumnya dijumpai di Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, Maluku bagian Utara dan Papua sedangkan hutan
musim yang menggugurkan daun dijumpai di Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan
Maluku bagian Selatan.
C. Tipe Hutan Berdasarkan Sosiologi Vegetasi
Tipe hutan berdasarkan sosiologi vegetasi merupakan pengklasifikasian hutan berdasarkan jenis yang dominan pada hutan tersebut atau berdasarkan famili yang dominan di daerah itu. Contoh :
Tipe hutan berdasarkan sosiologi vegetasi merupakan pengklasifikasian hutan berdasarkan jenis yang dominan pada hutan tersebut atau berdasarkan famili yang dominan di daerah itu. Contoh :
- Hutan Dipterocarpaceae di Asia Tenggara, merupakan hutan tropis yang umum dijumpai dan Famili yang mendominasi adalah Famili Dipterocarpaceae.
- Hutan Shorea albida di Serawak, merupakan hutan tropis yang didominasi jenis Shorea albida.
- Hutan Ebony (Diospyros sp) di Sulawesi, merupakan hutan tropis yang didominasi oleh Ebony atau kayu hitam.
- Hutan Mahoni di Jawa, meupakan hutan musim yang didominasi oleh mahoni di pulau Jawa.
Tegakan Mahoni di Pulau Jawa
Tipe-tipe Hutan pada Kondisi Khusus (Azonal)
Hutan pada tipe azonal umumnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dan air serta kondisi tempat tumbuh yang miskin hara.
1. Hutan Mangrove
Hutan yang berada di tepi pantai, didominir oleh pohon-pohon tropika atau belukar dari genus Rhizophora, Languncularia, Avicennia dan lain-lain.
2. Hutan Gambut (Peak Forest)
Hutan yang tumbuh pada tanah organosol dengan lapisan gambut yang memiliki ketebalan 50 cm atau lebih, umumnya terdapat pada daerah yang memiliki tipe iklim A atau B menurut klasifikasi tipe iklim Schmidt dan Ferguson.
3. Hutan Rawa (Swamp Forest)
Hutan yang tumbuh pada daerah-daerah yang selalu tergenang air tawar, tidak dipengaruhi iklim. Pada umumnya terletak dibelakang hutan payau dengan jenis tanah aluvial. Tegakan hutan selalu hijau dengan pohon-pohon yang tinggi bisa mencapai 40 m dan terdiri atas banyak lapisan tajuk.
Hutan pada tipe azonal umumnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dan air serta kondisi tempat tumbuh yang miskin hara.
1. Hutan Mangrove
Hutan yang berada di tepi pantai, didominir oleh pohon-pohon tropika atau belukar dari genus Rhizophora, Languncularia, Avicennia dan lain-lain.
2. Hutan Gambut (Peak Forest)
Hutan yang tumbuh pada tanah organosol dengan lapisan gambut yang memiliki ketebalan 50 cm atau lebih, umumnya terdapat pada daerah yang memiliki tipe iklim A atau B menurut klasifikasi tipe iklim Schmidt dan Ferguson.
3. Hutan Rawa (Swamp Forest)
Hutan yang tumbuh pada daerah-daerah yang selalu tergenang air tawar, tidak dipengaruhi iklim. Pada umumnya terletak dibelakang hutan payau dengan jenis tanah aluvial. Tegakan hutan selalu hijau dengan pohon-pohon yang tinggi bisa mencapai 40 m dan terdiri atas banyak lapisan tajuk.
Hutan Rawa di Pulau Seram (Hutan Sagu)
RANGKUMAN
1. Tipe hutan berdasarkan faktor iklim umumnya diklasifikasikan berdasarkan curah hujan, suhu udara dan ketinggian tempat. Berdasarkan curah hujan dan suhu udara maka tipe hutan tropis terdiri dari hutan tropis basah, hutan muson basah, hutan muson kering dan hutan savanna. Berdasarkan ketinggian tempat hutan tropis terdiri atas hutan tropis dataran endah, hutan tropis dataran tinggi dan hutan tropis pegunungan tinggi.
2. Tipe hutan berdasarkan physiognomi didasarkan pada ciri luar vegetasi yang mudah dikenali seperti tinggi vegetasi, struktur dan life-form. Tipe hutan ini yaitu hutan hujan tropis dan hutan musim (muson).
3. Tipe hutan berdasarkan sosiologi vegetasi didasarkan pada famili atau jenis yang dominant penyusun hutan tersebut. Tipe hutan ini antara lain Hutan Dipterocarpaceae di Asia Tenggara dan Hutan Eboni di Sulawesi.
1. Tipe hutan berdasarkan faktor iklim umumnya diklasifikasikan berdasarkan curah hujan, suhu udara dan ketinggian tempat. Berdasarkan curah hujan dan suhu udara maka tipe hutan tropis terdiri dari hutan tropis basah, hutan muson basah, hutan muson kering dan hutan savanna. Berdasarkan ketinggian tempat hutan tropis terdiri atas hutan tropis dataran endah, hutan tropis dataran tinggi dan hutan tropis pegunungan tinggi.
2. Tipe hutan berdasarkan physiognomi didasarkan pada ciri luar vegetasi yang mudah dikenali seperti tinggi vegetasi, struktur dan life-form. Tipe hutan ini yaitu hutan hujan tropis dan hutan musim (muson).
3. Tipe hutan berdasarkan sosiologi vegetasi didasarkan pada famili atau jenis yang dominant penyusun hutan tersebut. Tipe hutan ini antara lain Hutan Dipterocarpaceae di Asia Tenggara dan Hutan Eboni di Sulawesi.
.: TEGAKAN TIDAK SEUMUR :.

Pengertian dan Definisi dari Tegakan Tidak Seumur adalah tegakan yang tersusun oleh pohon-pohon setiap umur, mulai dari tingkat semai, pancang tiang dan pohon masak tebang. Tegakan tidak seumur ditandai dengan tajuk yang terputus dan tidak seragam; pohon-pohon kecil merupakan semai dan sapihan muda; proses regenerasi yang tidak menentu; kemungkinan terjadinya erosi kecil; bahaya terhadap berbagai gangguan seperti kebakaran, hama dan penyakit, juga kecil.
Kelebihan dan keuntungan pengelolaan tegakan tidak seumur terutama bersifat ekologis. Sungguh pun demikian ada juga keuntungan yang sifatnya ekonomis, seperti:
- dapat menghasilkan uang dalam interval waktu yang pendek;
- kurang diperlukan anggaran khusus untuk tindakan pemeliharaan tegakan;
- keluwesan yang lebih tinggi dalam pemanenan hasil;
- kemudahan dan kepastian dalam permudaan alamnya;
- serta tahan terhadap berbagai jenis gangguan.
Adapun kerugian dan kelemahan pengelolaan tegakan tidak seumur yang sifatnya ekonomis adalah:
- biaya pemungutan hasil,
- biaya administrasi, dan biaya pemeliharaan jalan yang lebih tinggi;
- kualitas hasil panen yang kurang baik;
- saat pengaturan pertumbuhan dan hasil yang tidak mudah.
.: TEGAKAN SEUMUR :.

Pengertian
dan Definisi dari Tegakan Seumur adalah Tegakan yang semua pohonnya
ditanam pada tahun yang sama, atau pada waktu yang bersamaan. Tegakan
ini umumnya ditandai dengan tajuk yang seragam. Pohon kecil merupakan
pohon yang tertekan, prose regenerasi terjadi pada periode yang
pendek. Kemungkinan terjadinya erosi lebih besar selama periode
regenerasi, dan pada waktu tegakan masih muda. Bahaya gangguan
terhadap hama, penyakit, dan api besar.
Keuntungan dan kelebihan dari tegakan seumur adalah :
Keuntungan dan kelebihan dari tegakan seumur adalah :
- pengelolaan inventerisasi dan pemungutan hasil, sederhana;
- memungkinkan untuk penggunaan alat-alat besar dan tingkat efisiensi yang lebih tinggi;
- dan biaya lebih murah;
- pemendekan daur dengan melalui pemeliharaan yang intensif; dan jenis unggul;
- tingkat pertumbuhannya lebih seragam; dan
- tebang antara, lebih mudah dilaksanakan.
Beberapa kelemahan dan kekurangan tegakan seumur antara lain adalah:
- perlunya dilakukan tebangan antara penjarangan dan pemeliharaan yang terus-menerus,
- untuk mendapatkan tegakan akhir yang baik,
- sehingga perlu ada dana pengeluaran yang kontinyu,
- serta nilai estetis, dan rekreasi yang umumnya lebih rendah.
Struktur ..:: HUTAN HUJAN TROPIS ::.

1. Ekosistem Hutan Hujan Tropis
Hutan Hujan Tropis adalah suatu
masyarakat kompleks merupakan tempat yang menyediakan pohon
dari berbagai ukuran. Dalam buku ini istilah kanopi hutan
digunakan sebagai suatu yang umum untuk menjelaskan masyarakat tumbuhan
keseluruhan di atas bumi. Di dalam kanopi iklim micro
berbeda dengan diluarnya; cahaya lebih sedikit, kelembaban
sangat tinggi, dan temperatur lebih rendah. Banyak dari
pohon yang lebih kecil berkembang dalam naungan pohon yang lebih
besar di dalam iklim mikro inilah terjadi pertumbuhan. Di atas
bentuk pohon dan dalam iklim mikro dari cakupan pertumbuhan
kanopi dari berbagai jenis tumbuhan lain: pemanjat,
epiphytes, mencekik, tanaman benalu, dan saprophytes.
Pohon dan kebanyakan dari tumbuhan lain
berakar pada tanah dan menyerap unsur hara dan air.
Daun-Daun yang gugur, Ranting, Cabang, dan bagian lain yang
tersedia; makanan untuk sejumlah inang hewan invertebrata, yang
penting seperti rayap, juga untuk jamur dan bakteri. Unsur
hara dikembalikan ke tanah lewat pembusukan dari bagian
yang jatuh dan dengan pencucian dari daun-daun oleh air
hujan. Ini merupakan ciri hutan hujan tropis yang kebanyakan dari gudang
unsur hara total ada dalam tumbuhan; secara relatif kecil
di simpan dalam tanah.
Di dalam kanopi hutan, terutama
di hutan dataran rendah, disana hidup binatang dengan
cakupan luas, hewan veterbrata dan invertebrata, beberapa yang makan
bagian tumbuhan, yang memakan hewan. Hubungan timbal balik
kompleks ada antara tumbuhan dan binatang, sebagai contoh,
dalam hubungan dengan penyerbukan bunga dan penyebaran
biji. Beberapa tumbuhan, yang disebut myrmecophytes, menyediakan
tempat perlindungan untuk semut di dalam organ yang dimodifikasi.
Banyak tumbuhan, menghasilkan bahan-kimia yang berbisa bagi
banyak serangga dan cara ini untuk perlindungan diri dari
pemangsaan.
Keseluruhan
masyarakat organik dan lingkungan phisik dan kimianya
bersama-sama menyusun dasar ekosistem pada hutan hujan tropis. Jika
bagian dari hutan menjadi rusak, tumbuhan (dan satwa)
terbukanya gap, yang lain menyerbu dengan persaingan; ada
suatu suksesi sekunder dari komunitas tumbuhan seral,
hingga dengan cepat suatu masyarakat yang serupa menjadi asli seperti
semula. Ini disebut “Klimaks”. Pada permukaan tanah
terbuka, contohnya, terjadi pada 1963 oleh letusan Gunung
Agong di Bali, suatu suksesi primer, atau prisere, terjadi
juga hingga Klimaks.
2. Synusiae
Suatu synusia adalah suatu kelompok
tumbuhan dari bentuk hidup yang serupa mengisi relung yang
sama dan berperan serupa di dalam komunitas dimana bentuknya
terpisah (Richards 1952); Ini merupakan suatu bentuk hidup komunitas
terpisah.
Synusiae menyediakan suatu bahan untuk
menganalisa masyarakat tumbuhan yang kompleks. Richards
(1952) telah memperkenalkan suatu penggolongan yang praktis
untuk synusiae hutan hujan tropis:
A. Tumbuhan Autotrophic (dengan butir hijau daun)
A. Tumbuhan Autotrophic (dengan butir hijau daun)
1. Tumbuhan Independent Mekanis
(a) pohon dan treelets; ( b) herba.
2. Tumbuhan Dependent Mekanis
(a) pemanjat; ( b) para pencekik; ( c) epiphytes ( termasuk semi-parasitic epiphytes).
B. Tumbuhan Heterotrophic (tanpa butir hijau daun).
1. Saprophytes.
2. Parasites.
Jenis sangat berbeda hubungan taxonomic
menyusun synusiae. Seperti halnya yang dipunyai bentuk
hidup umum, banyak juga mempunyai physiognomy yang sangat serupa.
Penyajian yang relatif ttg kelompok ekologis berbeda dalam
berbagai Formasi hutan hujan tropis adalah penting definisi
mereka. Mereka adalah mewakili seluruh hutan hujan dataran
rendah yang hijau tropis. Synusiae terjadi sepanjang
daerah tropis di mana saja Formasi ditemukan.
3. Siklus Pertumbuhan Hutan
Pohon ada yang mati dan secepatnya mati
disebabkan umur yang tua, biasanya dari ujung cabang
memutar kembali kepada tajuk, sedemikian sehingga spesimen hampir
mati tua (`overmature' di dalam bahasa rimbawan) adalah ‘‘stagheaded'',
dengan dahan lebat yang diarahkan oleh hilangnya anggota
yang semakin langsing; lubang biasanya berongga pada
tingkat ini. Gugur tajuk ke bawah adalah bagiannya, dan
secepatnya batang dan musim gugur potongan dahan sisanya, sering
menyurut oleh suatu hembusan keras badai yang diawali
dengan angin. Alternatif batang terpisah sebagai kolom
berdiri. Banyak pohon tidak pernah menjangkau tingkat
lanjut seperti itu tetapi diserang mati oleh kilat atau turun satu demi
satu atau di dalam kelompok pada kedewasaan utama mereka
atau lebih awal. Rimbawan mencoba untuk memanen suatu pohon
baik sebelum umur tua hampir matinya.
Kematian dari suatu pohon individu atau suatu kelompok menghasilkan suatu gap di dalam kanopi hutan yang memungkinkan pohon lain tumbuh. Ini pada gilirannya menjangkau kedewasaan dan barangkali senescence; kemudian mati. Kanopi Hutan, secara terus menerus mengganti pohon tumbuh dan mati. Ini merupakan suatu kesatuan hidup dalam keadaan keseimbangan dinamis. Itu menyenangkan untuk diteliti pertumbuhan ini siklus kanopi ke dalam tiga fasa: tahap gap, membangun tahap, dan tahap dewasa ( cf. Watt 1947).
Tingkat dan pengaturan dari tahap ini berbeda dari hutan ke hutan, sebagian besar berbeda sebab faktor yang menyebabkan kematian. Di Hutan Hujan Dipterocarpaceae selalu hijau pada Malaya Tengah, suatu daerah dimana gap kecil merupakan hal yang biasa terjadi.
Jumlah materi tumbuhan baru memproduksi per unit area per unit waktu, yang dapat disebut netto produktivitas primer hutan, berbeda antara tiap tahapan. Tahap gap yang rendah, meningkat ke suatu maksimum di dalam tahap pertumbuhan, dan merosot sepanjang tahap dewasa ( cf. Watt 1947).
Kematian dari suatu pohon individu atau suatu kelompok menghasilkan suatu gap di dalam kanopi hutan yang memungkinkan pohon lain tumbuh. Ini pada gilirannya menjangkau kedewasaan dan barangkali senescence; kemudian mati. Kanopi Hutan, secara terus menerus mengganti pohon tumbuh dan mati. Ini merupakan suatu kesatuan hidup dalam keadaan keseimbangan dinamis. Itu menyenangkan untuk diteliti pertumbuhan ini siklus kanopi ke dalam tiga fasa: tahap gap, membangun tahap, dan tahap dewasa ( cf. Watt 1947).
Tingkat dan pengaturan dari tahap ini berbeda dari hutan ke hutan, sebagian besar berbeda sebab faktor yang menyebabkan kematian. Di Hutan Hujan Dipterocarpaceae selalu hijau pada Malaya Tengah, suatu daerah dimana gap kecil merupakan hal yang biasa terjadi.
Jumlah materi tumbuhan baru memproduksi per unit area per unit waktu, yang dapat disebut netto produktivitas primer hutan, berbeda antara tiap tahapan. Tahap gap yang rendah, meningkat ke suatu maksimum di dalam tahap pertumbuhan, dan merosot sepanjang tahap dewasa ( cf. Watt 1947).
4. Stratifikasi
Hutan sering dianggap menjadi lapisan
atau strata dan formasi hutan berbeda untuk mendapatkan
jumlah strata berbeda & Strata ( Lapisan, atau tingkat) sering
mudah dilihat dalam hutan atau pada suatu diagram profil, tetapi
kadang tidak dapat.
Mungkin pemakaian umum istilah stratifikasi untuk mengacu pada lapisan total tingginya pohon, yang kadang-kadang diambil seperti lapisan tajuk pohon. Pandangan yang klasik lapisan pohon yang selalu hijau dataran rendah tropis hutan hujan adalah bahwa ada lima strata, A-E. Lapisan A merupakan lapisan paling tinggi pohon yang paling besar yang biasanya berdiri seperti terisolasi atau kelompok yang muncul kepala dan bahu, di atas berlanjut lapisan B, kanopi yang utama. Di bawah B adalah suatu tingkat pohon lebih rendah, Lapisan C ditunjukan bergabung dalam B kecuali pada dua poin-poin dekat akhir. Lapisan D adalah berhutan treelets dan lapisan E forest-floor tumbuh-tumbuhan herba dan semaian bibit kecil. Bersama-Sama ini lima lapisan menjadi anggota synusiae dari tumbuhan autotrophic independent mekanis. Dihubungkan dengan Lapisan struktural ini, sering kasus yang di dalam strata yang lebih rendah tajuk pohon kebanyakan lebih tinggi dari lebar, dan sebaliknya.
Mungkin pemakaian umum istilah stratifikasi untuk mengacu pada lapisan total tingginya pohon, yang kadang-kadang diambil seperti lapisan tajuk pohon. Pandangan yang klasik lapisan pohon yang selalu hijau dataran rendah tropis hutan hujan adalah bahwa ada lima strata, A-E. Lapisan A merupakan lapisan paling tinggi pohon yang paling besar yang biasanya berdiri seperti terisolasi atau kelompok yang muncul kepala dan bahu, di atas berlanjut lapisan B, kanopi yang utama. Di bawah B adalah suatu tingkat pohon lebih rendah, Lapisan C ditunjukan bergabung dalam B kecuali pada dua poin-poin dekat akhir. Lapisan D adalah berhutan treelets dan lapisan E forest-floor tumbuh-tumbuhan herba dan semaian bibit kecil. Bersama-Sama ini lima lapisan menjadi anggota synusiae dari tumbuhan autotrophic independent mekanis. Dihubungkan dengan Lapisan struktural ini, sering kasus yang di dalam strata yang lebih rendah tajuk pohon kebanyakan lebih tinggi dari lebar, dan sebaliknya.
Konsep struktural lapisan kelihatan
hilang pada alam yang dinamis dari kanopi hutan hujan,
kenyataannya yang tumbuh dalam ditambah sejak semula.
Penambalan pada berbagai ukuran adalah tahap beragam siklum pertumbuhan
hutan.
Lapisan bentuk tajuk
berhubungan dengan pertumbuhan pohon. Pohon muda masih
bertumbuh tingginya lingkar hampir selalu monopodial, dengan batang
tunggal (ada beberapa perkecualian, sebagai contoh Alstonia),
dan tajuk pada umumnya sempit dan jangkung. Pohon Dewasa
kebanyakan jenis adalah sympodial, tanpa batang pusat
tunggal, dan beberapa dahan melanjut untuk tumbuh menambah
lebar tajuk setelah dewasa tingginya telah dicapai; paling pada umumnya,
sympodial tajuk lebih luas dibanding mereka adalah dalam,
terus meningkat sangat dengan meningkatnya umur pohon.
Pohon lebih pendek belum dewasa dibanding yang tinggi.
Lapisan bentuk tajuk begitu sangat diharapkan.
Pertumbuhan Tinggi
kebanyakan jenis pohon menjadi sempurna ketika hanya antara
sepertiga dan setengah mencapai lubang diameter akhir. Diikuti
daun-daunan akan cenderung untuk dipusatkan berlapis-lapis di mana
suatu jenis atau suatu kelompok jenis dari dewasa serupa
tingginya mendominasi suatu posisi, sebagai contoh, di
dalam hutan dipterocarp.
Lapisan struktural
kadang-kadang kelihatan pada diagram profil atau di dalam
hutan dan jumlah dan tingginya lapisan akan tergantung pada tahap atau
mewakili tahap siklus pertumbuhan. Tiga lapisan pohon di
dalam pohon hutan hujan tropis yang selalu hijau dataran
rendah adalah suatu yang abstrak menyenangkan menghadirkan
status yang umum bangunan dan tahap dewasa mempertimbangkan
bersama-sama. Tetapi pengambilan data dari suatu area tanpa
memperhatikan langkah-langkah yang phasic akan pada umumnya
mengaburkan keberadaan lapisan, kecuali Hutan dengan
sedikit jenis atau kelompok yang mendewasakan pada
kemuliaan berbeda.
Penggunaan lain dari konsep
stratifikasi pada ketinggian dimana jenis pohon tertentu
atau bahkan keluarga-keluarga biasanya dewasa. Sebagai contoh, di
Malaya muncul atau yang paling atas lak terdiri kebanyakan
kelompok Dipterocarpaceae dan Leguminosae. Tentang Dipterocarpaceae, Dipterocarpus, Dryobalanops, dan Shorea
menyediakan banyak yang muncul dan sebagai pembanding
Hopea dan Vatica pohon yang kecil yang B dan C lapisan.
Hanya sedikit dari 53 jenis Leguminosae Pohon didalam Malaya
adalah umum seperti muncul, terutama jenis Dialium, Koompassia, dan
Sindora ( Whitmore 1972d). Hutan hujan dataran rendah
selalu hijau Dipterocarp pada umumnya puncak
kanopi pada 45 m, dan umumnya pohon individu mencapai tinggi 60
m. Pohon paling tinggi dicatat adalah Kompassia Excelsa ( 80'72 m Malaya, 83'82 m. Sarawak; Gambar. 4.2, p. 54) dan Dryobalanops aromatica 67'1 m ( Foxworthy 1926). Timur Pilipina dipterocarps
hanya di tempat penting dan kanopi lebih rendah, sebagai
contoh, Vitex cofassus Pometia pinnata di dalam Hutan
dataran rendah Bougainville pada umumnya 30- 35 m tinggi dengan muncul
tersebar sampai 39 m ( Heyligers 1967).
Burseraceae dan Sapotaceae
berlimpah-limpah pada lapisan kanopi utama di barat Malesia
dan lapisan puncak kanopi di timur Malesia. Pada daerah
yang luas ini tingkat umumnya dikatakan lapisan C atau lapisan pohon
bawah berisi kebanyakan jenis dua famili pohon paling
besar, Euphorbiaceae dan Rubiaceae, dan banyak Annonaceae, Lauraceae, dan Myristicaceae, di antara yang lain.
Pohon yang mencapai puncak
kanopi terlihat ke atmospir eksternal, sangat trerisolasi,
temperatur tinggi, dan pergerakan angin harus
dipertimbangkan, dan harus yang sesuai diadaptasikan secara fisiologis.
Di dalam kanopi microclimate sungguh berbeda, seperti telah
digambarkan di pendahuluan pada bab ini dan dilanjutkan
yang berikutnya. Mengikutinya mungkin salah satu yang
dikenali dari dua kelompok yang berbeda jenis, menyesuaikan untuk diatur
dua kondisi-kondisi ini; dan menarik seluruh jenis itu,
atau bahkan seluruh familinya, memanfaatkan satu situasi
atau yang lain. Jenis yang tumbuh dibawah naungan tetapi
mencapai puncak dari kanopi pada tingkat dewasa dengan hidup di
dua lingkungan sangat berbeda pada tahap berbeda dalam hidup, dan
mungkin berubah secara fisiologis, meskipun demikian data
eksperimen masih sebagian besar kekurangan.
5. Bentuk Pohon
Pohon adalah bentuk hidup
yang utama pada hutan hujan. Bahkan tumbuhan bawah sebagian
besar terdiri dari tambuhan berkayu bergentuk pohon
berhutan; semak belukar yang terlihat jarang, meskipun demikian lapisan
D sering dengan bebas disebut “lapisan semak belukar”
Tajuk
Aspek yang paling penting dari bentuk
pohon untuk rimbawan yang disebut dalam bagian yang
sebelumnya, adalah perbedaan antara konstruksi tajuk monopodial dan
sympodial. Kebanyakan jenis berubah ke bentuk tajuk sympodial
ketika mereka dewasa tetapi beberapa mempertahankan bentuk
tajuk monopodial sepanjang seluruh hidup, sebagai contoh,
semua Annonaceae dan Myristicaceae di hutan tropis timur
jauh, ini umum terjadi di antara jenis pohon kecil berkembang di dalam
kanopi. Rimbawan tertarik dengan volume kayu yang meningkat
per area, dan pohon-pohon monopodial dengan karakteristik
tajuk yang sempit, merupakan subyek yang lebih baik dalam
penanaman dibandingkan jenis sympodial. Ini merupakan salah satu
alasan mengapa conifer yang akan ditanam pada tropika basah yang
memiliki daya tarik lebih untuk diperhatikan, khusunya Pinus spp tropis, dan Araucaria dan mengapa Shorea spp
dari kelompok Dipterocarpaceae kayu Meranti Merah Terang
dan jenis cepat tumbuh lainnya, jenis yang memerlukan cahaya, jenis kayu
keras asli setempat, seperti Albizia falcata, Campnosperma, Endospernum dan Octomeles, memiliki perhatian yang terbatas.
Tajuk pohon memiliki konstruksi yang tepat. Faktor utama yang menentukan bentuk tajuk adalah pertumbuhan
apical versus lateral, meristem radial simetrik versus
bilateral simetrik, berselang–seling dan berirama versus
pertumbuhan berlanjut dari tunas dan daun atau bunga.
Kombinasi faktor-faktor ini hanya memberikan pembatasan jumlah total
dari model yang mungkin dari konstruksi tajuk. Arsitektur
pohon tidak berkorelasi baik dengan taksonomi, beberapa
famili kaya akan model, contohnya Euphorbiaceae dan yang
lain miskin, contohnya Myristicaceae.
Batang Pohon
Untuk mengamati bentuk batang pohon di
atas lantai hutan selalu lebih kurang seperti tiang,
sedikitnya sampai bagian yang paling rendah, dan ia merasakan
seolah-olah di dalam suatu katedral beratap hijau. Sesungguhnya ada
beberapa yang pada umumnya dapat dibandingkan dengan lilin
yang kecil, dapat dilihat pada pohon yang di tebang dan
kelebihannya harus dibuat ketika membuat tabel volume untuk
tujuan kehutanan.
Banir
Tinggi Banir, menyebar,
bentuk permukaan dan ketebalan biasanya tetap di dalam
suatu jenis dan oleh karena itu, seperti bentuk tajuk penunjang
adalah penuntun untuk identifikasi hutan. Ada sedikit bukti yang
ganjil untuk menilai kebenaran atau jika tidak menyangkut
penyamarataan yang umum bahwa pohon dengan akar ketukan
dalam tidak membentuk penunjang, dan sebaliknya.
Kulit Batang
Sesuatu kekeliruan umum bahwa semua atau
sebagian pohon hutan memiliki kulit batang yang pucat,
tipis dan licin. Ini jauh dari kenyataan, hutan hujan kaya
dengan warna dan bayangan dari hitam (Dyospiros) sampai putih (Tristania), sampai warna coklat terang (Eugenia).
Kecuali batang-batang pohon yang mengarah keluar iklim
mikro hutan, seperti pohon yang dalam proses terisolasi dan
pada pinggiran hutan, memiliki warna yang seragam yaitu
abu-abu pucat. Sapihan dan tiang yang kecil memiliki kulit batang yang
tipis dan lembut. Batang pohon dengan diameter di atas 0.9 m
memperlihatkan suatu keaneka ragaman bentuk permukaan,
secara kasar seperti bercelah, bersisik, atau “dippled”,
dan beberapa licin. Setelah daun, karakteristik permukaan kulit
batang dan penampilannya menjadi bantuan yang paling utama ke
pengenalan jenis hutan dan mungkin punya arti untuk
taksonomi. Beberapa famili homogen kulit batangnya dan yang
lain menunjukkan pola gamut.
Bunga
Biasanya bunga berkembang berhubungan dengan batang (Cauliflory) atau cabang (ramiflory) bervariasi antara formasi hutan hujan tropis yang berbeda. Cauliflory
adalah paling umum di hutan hujan tropis dataran rendah
yang selalu hijau dan berkurang sehubungan dengan pertambahan tinggi
tempat.
Akar
Suatu Pertumbuhan, memperbaharui minat
akan sistem akar pohon hutan hujan tropis dengan
pengembangan studi dalam produktivitas dan siklus hara.. Seperti
kebanyakan kasus, kebanyakan akar ditengah hutan hujan ditemukan
sampai pada 0.3 m atau kira-kira pada tanah. Banyak pohon
yang sistem perakarannya dangkal dengan tidak menembus
terlalu dalam semuanya. Beberapa, mungkin sedikit,
mempunyai akar ketukan dalam, tetapi oleh karena; berhubungan dengan
berbagai kesulitan dalam pelaksanaannya maka sistem
perakaran sangat sedikit dipelajari. Nye dan Greenland
(1960) sudah memberi perhatian pada peran penting akar secara
relatif , beberapa menembus ke kedalaman tertentu untuk mengambil
hara mineral dari pelapukan partikel batuan atau horizon
alluvial, di samping peran mereka sebagi penstabil dan
jangkar. Sesungguhnya sangat sukar untuk mengetahui akar
mana yang sangat bagus dan merupakan ciri hidup mereka. Komponen ini
kemudian biasanya diremehkan, meskipun demikian esuatu yang
sangat substansial dalah menegtahui jumlah biomassa akar.
Biomassa akar merupakan urutan kesepuluh dari total
biomassa dari dua hutan yang dipelajari. Hal ini merupakan alasan yang
dapat dipercaya menagapa akar terkonsentarsi di permukaan
karena hara inorganik terbentuk di sana sebagai hasil
dekomposisi sisa-sisa bagian tumbuhan yang jatuh dan hewan
yang mati.
6. Epifit, pemanjat dan pencekik
Epifit dan pemanjat dibuat stratifikasi.
Di dalam masing-masing synusia dua kelompok utama dapat
dikenali, suatu photophytic atau kelompok yang memerlukan
matahari , menyesuaikan diri secara morfologi maupun fisiologi dengan
iklim mikro dari kanopi hutan, dan skiophytic atau kelompok
yang memerlukan keteduhan, menyesuaikan diri dengan daerah
yang lebih dingin, lebih gelap dan lebih lembab pada iklim
mikro dari kanopi hutan, meskipun demikian perbdaan ini tidak pernah
absolut.
Epifit
Epifit tajuk pohon seperti kebanyakan anggrek dan Ericaceae. Dalam
hutan hujan tropika banyak tumbuh golongan epifit yang
jumlahnya kurang lebih 10% dari pohon-pohon dalam hutan
hujan (Richards, 1952). Epifit adalah semua tumbuh-tumbuhan yang
menempel dan tumbuh di atas tanaman lain untuk mendapatkan
sinar matahari dan air. Akan tetapi epifit bukanlah
parasit. Epifit bahkan menyediakan tempat tumbuh bagi
hewanhewan tertentu seperti semut-semut pohon dan memainkan peranan
penting dalam ekosistem hutan. Sebagian besar tanaman ini
(seperti lumut, ganggang, anggrek, dan paku-pakuan) tingkat
hidupnya rendah dan bahkan lebih senang hidup di atas
tumbuhtumbuhan lain daripada tumbuh sendiri.
Pemanjat
Banyak pemanjat yang menjangkau puncak
kanopi mempunyai bentuk tajuk, dan sering juga ukuran, dari
tajuk pohon. Pemanjat biasanya dengan bebas menggantung pada
batang pohon, dan dapat berubah menjadi pemanjat berkayu besar.
Mereka diwakili oleh banyak famili tumbuhan. Semua kecuali
dua jenis dicurigai Gymnosperm Gnetum adalah pemanjat berkayu
besar. Di antara pemanjat berkayu besar yang paling umum
adalah Annonaceae. Palm yang menjadi pemanjat, rotan, adalah kelas
penting lainnya dari pemanjat berkayu besar yang merupakan corak
hutan hujan.
Pemanjat berkayu paling besar adalah photophytes dan tumbuh prolifically di dalam pembukaan hutan dan pinggiran hutan, menimbulkan dongeng yang populer rimba raya tebal yang tak dapat tembus. Mereka bertumbuh dalam gap dan tumbuh dengan tajuk pada pohon muda, maka akan ikut dengan bertumbuh tingginya penggantian kanopi. Mereka juga bertumbuh setelah operasi penebangan dan boleh membuktikan suatu rintangan serius kepada pertumbuhan suatu hutan
Pencekik
Para pencekik adalah tumbuhan yang
memulai hidupnya sebagai epifit dan menurunkan akar ke
tanah dan meningkat dalam jumlah dan ukuran dan bertahan di
bawah tekanan dan akhirnya dapat membungkus pohon yang menjadi tuannya
sehingga sering pohon itu kemudian mati. Contoh pencekik
adalah Schefflera, Fagraea, Timonius, Spondias dan Wightia.
.: JALAN – JALAN DI HUTAN :.
CIRI KHAS KONDISI HUTAN TROPIS DI INDONESIA

Sebagian besar hutan alam di Indonesia termasuk dalam hutan hujan tropis. Hutan hujan tropis mempunyai ciri khas yang berbeda dengan hutan-hutan lainnya. Indonesia adalah negara kepulauan yang mempunyai 17.500 lebih pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Beragamnya tempat tumbuh dari hutan-hutan di Indonesia membuat Hutan tropis Indonesia mempunyai ciri khas yang khusus dibandingkan hutan di belahan bumi lainnya.
Banyak para ahli yang mendiskripsi hutan hujan tropis sebagai ekosistem spesifik, yang hanya dapat berdiri mantap dengan keterkaitan antara komponen penyusunnya sebagai kesatuan yang utuh. Keterkaitan antara komponen penyusun ini memungkinkan bentuk struktur hutan tertentu yang dapat memberikan fungsi tertentu pula seperti stabilitas ekonomi, produktivitas biologis yang tinggi, siklus hidrologis yang memadai dan lain-lain. Secara nyata di lapangan, tipe hutan ini memiliki kesuburan tanah yang sangat rendah, tanah tersusun oleh partikel lempung yang bermuatan negatif rendah seperti kaolinite dan illite.

Kondisi tanah asam ini memungkinkan besi dan almunium menjadi aktif di samping kadar silikanya memang cukup tinggi, sehingga melengkapi keunikan hutan ini. Namun dengan pengembangan struktur yang mantap terbentuklah salah satu fungsi yang menjadi andalan utamanya yaitu ”siklus hara tertutup” (closed nutrient cycling) dan keterkaitan komponen tersebut, sehingga mampu mengatasi berbagai kendala/keunikan tipe hutan ini (Withmore, 1975).
Kondisi tanah hutan ini juga menunjukkan keunikan dan ciri khas tersendiri. Aktivitas biologis tanah lebih bertumpu pada lapisan tanah atas (top soil). Aktivitas biologis tersebut sekitar 80% terdapat pada top soil saja. Kenyataan-kenyataan tersebut menunjukkan bahwa hutan hujan tropis merupakan ekosistem yang rapuh (fragile ecosystem), karena setiap komponen tidak bisa berdiri sendiri.
Disamping itu dijumpai pula fenomena lain yaitu adanya ragam yang tinggi antar lokasi atau kelompok hutan baik vegetasinya maupun tempat tumbuhnya (Marsono, 1991).
Dari ciri khas tersebut membuat hutan tropis di Indonesia sangat rentan terhadap kerusakan hutan. Kerusakan hutan tropis di Indonesia diperkirakan mencapai 2 juta hektar per tahun. Kerusakan hutan tropis di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor baik dari pihak yang hanya mencari keuntungan semata atau pun dari cara pengelolaan hutan tropis yang salah, karena tidak mengerti tentang karakteristik hutan tropis itu sendiri.
Usaha penanggulangan dan pencegahan kerusakan hutan tropis di Indonesia merupakan hal yang mendesak dilakukan. Jika tidak hutan tropis ini akan hilang akibat kegiatan-kegiatan penebangan hutan, pertambangan, pemukiman penduduk, pembukaan lahan pertanian, kebakaran hutan dan konversi dalam bentuk lain.
.: KERUSAKAN HUTAN MENYEBABKAN BENCANA :.
Bencana banjir datang saat musim penghujan. Air yang meluap dari sungai
sampai terjadi banjir bahkan banjir bandang yang merugikan harta bahkan
jiwa. Masalah yang datang ketika musim kemarau adalah kekeringan. Semua
masalah banjir dan kekeringan terjadi penyebabnya adalah akibat
kerusakan hutan.
Hutan yang masih alami mempunyai pohon-pohon yang lebat, dan perakaran yang baik dapat menyerap air ketika hujan datang dan menyimpannya dalam tanah di celah-celah perakaran, secara perlahan melepaskannya melalui daerah aliran sungai. Fungsi hutan dalam mengendalikan fluktuasi debit air sungai sehingga saat hujan lebat tidak meluap dan musim kemarau tidak terjadi kekeringan. Hutan berfungsi dalam proses hidro-orologis mengatur tata air dan menjaga ketersedian air bagi mahluk hidup.
Hutan yang masih alami mempunyai pohon-pohon yang lebat, dan perakaran yang baik dapat menyerap air ketika hujan datang dan menyimpannya dalam tanah di celah-celah perakaran, secara perlahan melepaskannya melalui daerah aliran sungai. Fungsi hutan dalam mengendalikan fluktuasi debit air sungai sehingga saat hujan lebat tidak meluap dan musim kemarau tidak terjadi kekeringan. Hutan berfungsi dalam proses hidro-orologis mengatur tata air dan menjaga ketersedian air bagi mahluk hidup.
Bencana akibat kerusakan hutan yang terjadi bukan hanya itu saja, masih banyak lagi dampak negatif yang ditimbulkannya. Kerusakan lingkungan hutan seperti ini merupakan kerusakan akibat ulah manusia yang melakukan penebangan pohon secara liar pada daerah hulu sungai bahkan pembukaan areal menjadi daerah pemukiman, pertanian, pertambangan dan lain-lainnya.
Gambar. Kerusakan Hutan akibat Perambahan HutanMenurut para ahli arti dari kerusakan hutan adalah berkurangnya luasan areal hutan karena kerusakan ekosistem hutan. Pengertian ini juga sering disebut degradasi hutan dan ditambah juga penggundulan dan alih fungsi lahan hutan atau istilahnya deforestasi.
Lembaga CIFOR meneliti penyebab perubahan tutupan hutan yang terdiri dari perladangan berpindah, perambahan hutan, transmigrasi, perkebunan, hutan tanaman, pembalakan dan industri perkayuan. Selain itu kegiatan illegal logging yang dilakukan oleh kelompok profesional atau penyelundup yang didukung secara illegal oleh oknum-oknum.
Perkebunan kelapa sawit ditunding sebagai salah satu penyebab kerusakan hutan. Hutan yang didalamnya terdapat beranekaragam jenis pohon dirubah menjadi tanaman monokultur, menyebabkan hilangnya biodiversitas dan keseimbangan ekologis di areal tersebut. Beberapa jenis satwa yang menjadikan hutan tersebut sebagai habitatnya akan berpindah mencari tempat hidup yang lebih sesuai.
Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit pada areal hutan tropis merupakan salah satu pemicu terjadinya kebakaran hutan dan berdampak negatif terhadap emisi gas rumah kaca.
Hasil Penelitian terakhir dari CIFOR mengungkapkan beberapa dampak negatif dari perubahan penggunaan lahan untuk produksi bahan bakar nabati atau biofuel. Pembangunan perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut, menyebabkan emisi karbon yang dihasilkan dari konversi lahan memerlukan waktu ratusan tahun untuk proses pemulihan seperti sedia kala.
Data kerusakan hutan di Indonesia masih simpang siur, ini akibat perbedaan persepsi dan kepentingan dalam mengungkapkan data tentang kerusakan hutan. Laju deforestasi di Indonesia menurut perkiraan World Bank antara 700.000 sampai 1.200.000 ha per tahun, dimana deforestasi oleh peladang berpindah ditaksir mencapai separuhnya. Namun World Bank mengakui bahwa taksiran laju deforestasi didasarkan pada data yang lemah. Sedangkan menurut FAO, menyebutkan laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai 1.315.000 ha per tahun atau setiap tahunnya luas areal hutan berkurang sebesar satu persen (1%).
Berbagai LSM peduli lingkungan mengungkapkan kerusakan hutan mencapai 1,6 – 2 juta ha per tahun dan lebih tinggi lagi data yang diungkapkan oleh Greenpeace, bahwa kerusakan hutan di Indonesia mencapai 3,8 juta ha per tahun yang sebagian besar adalah penebangan liar atau illegal logging. Sedangkan ada ahli kehutanan yang mengungkapkan laju kerusakan hutan di Indonesia adalah 1,08 juta ha per tahun.








Tidak ada komentar:
Posting Komentar