Lionberger
(1981) meletakkan penyuluhan sebagai “variabel antara”, dalam pembangunan
(kehutanan) yang bertujuan untuk memperbaiki kesejahteraan petani dan
masyarakatnya. Sebagai “variabel antara”, kegiatan penyuluhan merupakan
jembatan dalam proses:
1) Distribusi informasi/inovasi, baik dari sumber (peneliti, pusat informasi, penentu kebijakan, produsen/pemasar, dll) kepada masyarakat yang membutuhkan dan akan menggunakannya, maupun sebaliknya, dari masyarakat/ praktisi kepada pakar, produsen, pengambil keputusan kebijakan, dll.
2) Pemecahan
masalah, yaitu sebagai fasilitator pemevahan masalah dan atau perantara
informasi yang menyangkut masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat,
praktisi, pengguna dan pelanggan produk tertentu, kepada sumber informasi/inovasi/
produk maupun para penentu kebijakan pembangunan.
3) Pengambilan keputusan, yaitu sebagai fasilitator dan atau perantara informasi tentang kebijakan pembangunan dari pengambil keputusan (penguasa) kepada masyarakat dan atau perantara informasi dari masyarakat tentang kebijakan yang harus diputuskan oleh pihak luar (bukan oleh masyarakat sendiri).
3) Pengambilan keputusan, yaitu sebagai fasilitator dan atau perantara informasi tentang kebijakan pembangunan dari pengambil keputusan (penguasa) kepada masyarakat dan atau perantara informasi dari masyarakat tentang kebijakan yang harus diputuskan oleh pihak luar (bukan oleh masyarakat sendiri).
Upaya
meningkatkan peran-serta penyuluhan dalam pembangunan, menuntut ada nya
perubahan paradigma yang sesuai dengan perguliran jaman. Penyuluhan perlu
direvitalisasi. Penyuluhan penting diserasikan dengan apa-apa yang menjadi
keinginan dan kebutuhan petani. Pendekatan yang sifat nya top down sudah saat
nya dihentikan dan disempurnakan dengan pola yang sifat nya bottom up.
Pengalaman malah membuktikan kalau kita mampu merajut antara pendekatan top
down dan bottom up ke dalam sebuah titik keseimbangan, maka akan terwujud
sebuah pola yang utuh dan terkelola dengan baik antara "political
will" dengan "aspirasi petani" yang
sesungguh nya.
Kedudukan Penyuluhan
Menurut, Soekanto (1990) kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi
seseorang dalam suatu kelompok sosial. Kedudukan sosial artinya adalah tempat
seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang-orang lain,
dalam arti lingkungan pergaulannya, prestise-nya dan hak-hak kewajiban.
Berbicara tentang kedudukan penyuluhan, maka Timmer dalam Mardikanto (2010),
dengan tepat menyebutnya sebagai “perantara” atau jembatan penghubung, yaitu
penghubung antara:
1.
Teori dan praktek, terutama bagi
kelompok sasaran (penerima manfaat) yang belum memahami “bahasa ilmu
pengetahuan/teknologi”.
2. Pengalaman
dan kebutuhan, yaitu antar dua kelompok yang setara seperti sesama praktisi,
sesama tokoh masyarakat, dan lain-lain.
3. Penguasa dan
masyarakat, terutama yang menyangkut pemecahan masalah dan atau
kebijakan-kebijakan pembangunan.
4. Produsen dan
pelanggan, terutama menyangkut produk-produk (sarana produksi, mesin/peralatan,
dan lain-lain.
5. Sumber
informasi dan penggunanya, terutama terhadap masyara-kat yang relatif masih
tertutup atau kurang memiliki aksesibilitas terhadap informasi.
6.
Antar sesama stakeholder agribisnis,
dalam pengembangan jejaring dan kemitraan-kerja, terutama dalam pertukaran
informasi.
Antara
masyarakat (di dalam) dan “pihak luar”, kaitannya dengan kegiatan agribisnis
dan atau pengembangan masyarakat dalam arti yang lebih luas Menurut, Soekanto
(1990) kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu
kelompok sosial. Kedudukan sosial artinya adalah tempat seseorang secara umum
dalam masyarakat sehubungan dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan
pergaulannya, prestise-nya dan hak-hak kewajiban.
Kedudukan penyuluhan pula sebagai proses pendidikan atau proses belajar diartikan bahwa, kegiatan penyebar-luasan informasi dan penjelasan yang diberikan dapat merangsang terjadinya proses perubahan perilaku yang dilakukan melalui proses pendidikan atau kegiatan belajar. Artinya, perubahan perilaku yang terjadi/dilakukan oleh sasaran tersebut berlangsung melalui proses belajar. Hal ini penting untuk dipahami, karena perubahan perilaku dapat dilakukan melalui beragam cara, seperti: pembujukan, pemberian insentif/hadiah, atau bahkan melalui kegiatan-kegiatan pemaksaan (baik melalui penciptaan kondisi ling-kungan fisik maupun social-ekonomi, maupun pemaksaan melalui aturan dan ancaman-ancaman). Berbeda dengan perubahan perilaku yang dilakukan bukan melalui pendidikan, perubahan perilaku melalui proses belajar biasanya berlangsung lebih lambat, tetapi perubah-annya relatif lebih kekal.
Penguatan
masyarakat disini, memiliki makna-ganda yang bersifat timbal-balik. Di satu
pihak, penguatan diarahkan untuk melebih mampukan indiividu agar lebih mampu
ber-peran di dalam kelompok dan masyarakat global, di tengah-tengah ancaman yang
dihadapi baik dalam kehidupan pribadi, kelompok dan masyarakat global.
Sebaliknya, penguatan masyarakat diarahkan untuk melihat peluang yang
berkem-bang di lingkungan kelompok dan masyarakat global agar dapat
dimanfaatkan bagi perbaikan kehidupan pribadi, kelom-pok, dan masyarakat global.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar